Cerpen : Hentakan Pena Hitam

                                                                Hentakan Pena Hitam
                                                                  Aliffia Rahma Wati

Sehelai rambut nampak menutup kedua tengannya yang mungil , dalam posisi terlungkap pada alas tikar dan kerasnya bantal. Dingin  menjelang fajar itu menusuk tulang – tulangnya. Dia segera terbangun bukan karena bantal yang keras nyaris membuat tempurung kepalanya sakit, namun karena suara Adzan itulah yang menemani ia bangun berwudhu di belakang rumah, tidak lazim untuk dikatakan kamar mandi,embun pagi yang dingin menghembus permukaan kulit tak nian untuk segera mengambil wudhu, nampaknya air di sumur tua setengah badan yang membuat ia segar penuh semangat.
Sunyinya fajar itu, menyegerakannnya untuk melakukan sholat Subuh. Dia gadis berusia 16 tahun yang lahir dari keluarga sederhana bahkan di katakan kurang mampu, tak menutupi semangatnya untuk menjadi manusia milenium yang tersohor karena kesuksesannya. Cita – citanya untuk meningkatkan derajat kedua orang tuanya. Selaras secantik namanya Selaras yang duduk di bangku SMA sangat menghargai orangtuanya dan senantiasa bersyukur karena pada fajar ini ia kembali mampu menghirup udara fajar yang begitu segar merasakan bulir embun yang menyejukan. Mendengarkan  hembusan angin yang membuat pepohonan saling bergesekan hingga sedikit membuat suara yang unik.
“ Pagi ini nampak begitu  dingin ya mbok?” Selaras bertanya pada simboknya sambil melipat mukena yang dari kecil Selaras pakai, tidak kesanggupan kedua orangtuanya untuk membelikan mukena baru untuk Selaras, makanpun tidak penuh tiga kali sehari.
Bersyukurlah Selaras masih di beri kesehatan tanpa hidup berkecukupan  begitu pula dengan kedua orangtuanya.
“ Iya nduk, pagi sekali kamu bangun apa kamu tidak bisa tidur nduk?” Smbil bertanya pada Selaras sambil membawa air pada cerek untuk di buatakannya air minum.
“ Ndak seperti itu mbok , Selaras bangun karena sudah Adzan Subuh dan ingin lebih gasik untuk belajar “ Jawab Selaras sambil menyusul simboknya karena usia yang sudah tua membuat simbok  Selaras lambat dalam beraktivitas.
“ Sini mbok biar Selaras  saja. Simbok bangunkan Bapak saja , bukankah bapak harus berangkat buruh mbok?” sambil menarik cerek yang ada pada tangan simboknya.
“ Iya nduk, tunggu sampai airnya mendidih simbok bangunkan bapakmu dulu nduk” berjalan meninggalkan anaknya Selaras yang begitu  baik kepada simbok dan bapaknya.
Selaras biasa membantu simboknya memasak di atas tungku kayu berasap yang benar – benar menghimpit pernafasan Selaras karena begitu banyak asapnya dan begitu pedih di mata biasa ia lakukan agar simboknya tidak kecapean mengingat usianya yang sudah tua.
Menunggu air mendidih ia sempatkan untuk belajar, karena dari kecil Selaras tipikal anak gemar membaca dan berotak cerdas. Selaras pernah menjuarai Olimpiade Matematika tingkat Provinsi, Olimpiade IPA Nasional, dan kejuaraan umum lainnya. Bapak  dan simboknya sangat bangga pada kemampuan anaknya dan tidak malu akan latar belakang kehidupannya.
“ Selaras sekolah kan? Bergegaslah mandi mari berangkat sama bapak , sepeda onthelnya sudah bapak perbaiki , berangkatlah dengan sepeda itu nduk!” Bapak Selaras menyapa Selaras dan menunjukan sepeda tua itu berada.
“ Enggih pak Selaras mandi dulu, tapi Selaras ingin berangkat dengan Nuna dan Silir, bapak berangkatlah dulu bapak pakai saja sepedanya!” Selaras sambil tersenyum dan melangkahkan kakinya menuju sumur tua di belakang ruamahnya.
Selaras memang anak yang baik, pandai bergaul, dan di sukai banyak temannya , setiap pagi Selaras berangkat dengan Nuna dan Silir. Nuna adalah anak pejabat DPRD di kotanya, tetapi tidak sediktpun  Nuna menyombongkan diri bahkan mau dan ingin saja berteman  dengan Selaras anak perajin batu bata bahkan buruh, tetapi Nuna dengan senang hati gemar bergaul dan berkawan baik dengan Selaras.
Tidak berbeda dengan Silir anak pengusaha Resto dan Cafe besar di kotanya. Silir menjadi teman yang baik dan selalu ada untuk Selaras dan Nuna. Bahkan Silir tidak pilih – pilih teman. Silir tipikal gadis yang sangat menyukai organisasi , hingga di manapun dan siapapun orangnya ia pergauli.
“ Mbok, Selaras berangkat sekolah dulu ya mbok , Nuna dan Silir sudah menunggu mbok” sambil mencium tangan simboknya.
“Hati – hati nduk jalanan ramai berjalanlah tidak sambil bergurau, simbok tidak punya uang, hari ini Selaras jangan jajan dulu ya” Selaras memeluk simboknya.
“ Tidak apa – apa mbok, hari ini Selaras ada latihan untuk persiapan Olimpiade Bahasa Inggris mbok, jadi Selaras pulang agak sore” Jawab Selaras seraya menutup pintu dan keluar rumah.
Selaras dengan semangat menuntut ilmu, menginginkan segala keinginannya tercapai . Selaras enggan hidup seperti simbok dan bapaknya Selaras ingin menjadi orang yang sukses.
Selaras yang dari kecil nampaknya sudah mempunyai adat rengking . Dia selau menjadi yang nomor satu di kelasnya sejak Sekolah Dasar. Hanya  saja dia tidak seperti teman – temannya yang selalu merayakan pesta pergantian tahun pelajaran. Pesta Selaras hanya membantu simboknya mencuci baju tetangga yang sudah di perintahkannya.
“ Hai Selaras apa kabar  kamu hari ini?” sapa Reno,  Reno adalah laki – laki sederhana yang menjadi idola bagi para gadis di sekolahnya.
“ Oh .... hai Ren sejak kapan kamu di sampingku? Dan apakah ada yang bisa aku bantu Ren?”
Jawab Selaras yang bergetar karena di sebelah laki – laki tampan yang menatapnya dengan kesan berbeda.
“ Emmm... emmmm.. Se.. lamat ya”
“ Se.. se.. lamat untuk apa Ren?”
Mereka saling canggung untuk berdialog, karena tidak biasanya Selaras berdialog dengan laki - laki yang menjadi idola di sekolahnya.
“ Selamat karena kamu terpilih untuk mengikuti lomba Olimpiade bahasa Inggris di Provinsi, dan yang aku dengar kamu gadis yang pandai dan cerdas ,maukah kamu menerima tawaran ku untuk menjadi anggota OSIS di SMA ini ?” untuk gadis yang cerdas seperti kamu sayang untuk di tolak Selaras.” Pinta Reno dengan muka memerah agak gugup.
“ Hmmmm iya Reno, terimakasih atas sanjungannya, coba nanti aku pikir – pikir terlebih dahulu. Aku takut aku tidak dapat bertanggung jawab dalam organisasi ini. ” Jawab Selaras menggenggam sapu tangan yang ia pegang.
“Baiklah Selaras jangan sia – siakan kesempatan ini dan kamu pasti bisa! ” Reno mencoba untuk meyakinkan Selaras.
Selaras hanya dapat tersenyum di antara ya atau tidak, karena ia berfikir bahwa iya tidak mampu bertanggung jawab pada organisasi. Selaras memutuskan untuk berfikir dua kali tentang organisasi yang Reno tawarkan , rupanya Selaras tidak dapat memutuskannya sendri. Iya  putuskan untuk bertanya pada sahabat karibnya
“ Nuna... Silir... bagamana menurutmu?”
“ Apanya yang bagaimana ras?” Nuna dan Silir terlihat sangat penasaran.
“ Aku di tawari oleh Reno untuk menjadi OSIS di SMA ini, bagaimana menurutmu?” jawab Selaras.
“ Semua tergantung sama kamu Selaras, kemampuanmu seperti apa dan kamu maunya gimana” Jawab Nuna dan Silir.
Nampaknya Selaras mulai menyaring pernyataan dari kedua sahabatnya tersebut. Iya semakin matang dalam mangambil keputusan.
Hari demi hari dan tibalah saat – saat yang dia nantikan. Dan kabar tersebut Selaras sampaikan pada kedua orangtuanya. “ Bapak.... Simbok.. Selaras minta doa restunya, bapak simbok besok Selaras akan mengikuti lomba Olimpiade  Bahasa Inggris di tingkat Nasional mbok  pak.. doakan supaya Selaras bisa mengharumkan nama sekolah  dengan hentakan pena hitam ini mbok ,pak..
“ Pergilah nduk, harumkan nama sekolah dan namamu sendri nduk” Jawab bapak Selaras.
Keesokan  harinya telah terdengar bahwa Selaras mendapat sebuah penghargaan berupa Beasiswa sekolah ke Australia, hentakan pena htamnya mengalahkan segalanya.



Comments

Popular Posts